Memahami Expected Credit Loss (ECL) Berdasarkan PSAK 71 - Dalam dunia keuangan, standar akuntansi yang digunakan memiliki peran penting dalam menentukan bagaimana suatu entitas keuangan melaporkan aset dan liabilitasnya. Salah satu perubahan besar dalam standar pelaporan keuangan di Indonesia adalah peralihan dari PSAK 55 ke PSAK 71, terutama dalam hal pengakuan kerugian kredit yang diharapkan atau Expected Credit Loss (ECL). Penerapan ECL di bawah PSAK 71 menggantikan pendekatan lama yang berbasis Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Artikel ini akan membahas apa itu ECL, perbedaannya dengan CKPN pada PSAK 55, serta cara menghitung ECL.
Apa Itu Expected Credit Loss (ECL)?
Expected Credit Loss (ECL) adalah metode penghitungan kerugian kredit berdasarkan ekspektasi atas kemungkinan kerugian yang akan terjadi di masa depan. ECL tidak hanya mempertimbangkan kerugian yang sudah terjadi, namun juga memperhitungkan risiko kredit yang diperkirakan akan terjadi. ECL menggambarkan pendekatan berbasis masa depan (forward-looking), yang memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi dan melaporkan kerugian kredit lebih awal.
Penggunaan ECL dimaksudkan untuk memberikan estimasi yang lebih realistis atas kerugian kredit yang mungkin terjadi, sehingga laporan keuangan yang disajikan dapat lebih mencerminkan kondisi risiko keuangan perusahaan. Dengan metode ini, diharapkan entitas dapat lebih responsif terhadap perubahan risiko kredit, serta memperkuat pengawasan dan manajemen risiko kredit.
Perbedaan dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada PSAK 55
Sebelum adanya PSAK 71, PSAK 55 menggunakan metode Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang berbasis pada kerugian yang telah terjadi atau dikenal sebagai incurred loss model. Pendekatan ini memerlukan bukti objektif adanya penurunan nilai untuk mencatat kerugian kredit, artinya kerugian hanya dicatat ketika kerugian tersebut telah terjadi.
Di bawah PSAK 71, model ECL menggantikan pendekatan CKPN, mengadopsi model kerugian yang diharapkan (expected loss model) yang lebih proaktif. Dengan model ini, perusahaan wajib menghitung potensi kerugian sejak awal, tidak menunggu hingga kerugian terjadi. Perubahan ini membuat pencatatan kerugian kredit menjadi lebih cepat dan relevan dengan kondisi terkini, sehingga meningkatkan keandalan laporan keuangan.
Perbedaan signifikan lainnya adalah cakupan estimasi kerugian. Pada CKPN, pengakuan kerugian sering kali hanya berlaku untuk portofolio yang menunjukkan indikasi risiko tinggi. Sementara pada ECL, seluruh portofolio kredit akan diestimasi kerugiannya, tidak hanya yang memiliki tanda risiko. Hal ini membantu entitas dalam mengantisipasi risiko kredit secara lebih menyeluruh.
Cara Menghitung Expected Credit Loss (ECL)
Penghitungan ECL pada dasarnya mencakup tiga komponen utama: Probability of Default (PD), Loss Given Default (LGD), dan Exposure at Default (EAD).
Probability of Default (PD): Merupakan probabilitas atau kemungkinan bahwa debitur akan gagal membayar dalam jangka waktu tertentu. PD dapat dihitung berdasarkan sejarah pembayaran, informasi makroekonomi, serta indikator-indikator lain yang relevan dengan kondisi debitur.
Loss Given Default (LGD): Menggambarkan persentase kerugian yang mungkin terjadi jika debitur benar-benar gagal membayar. Faktor ini mencakup pengembalian dari agunan yang ada atau aset lain yang mungkin disita dalam kasus gagal bayar.
Exposure at Default (EAD): Mengacu pada jumlah eksposur keuangan yang terutang pada saat debitur gagal bayar. EAD biasanya memperhitungkan fasilitas kredit yang belum ditarik, yang kemungkinan akan ditarik sebelum default terjadi.
Rumus umum yang digunakan dalam menghitung ECL adalah:
ECL=PD × LGD ×EAD
Misalnya, jika suatu kredit memiliki PD sebesar 2%, LGD sebesar 60%, dan EAD sebesar Rp 1 miliar, maka ECL untuk kredit tersebut adalah Rp 12 juta.
Proses perhitungan ini dapat dilakukan berdasarkan skenario, yaitu menggunakan skenario makroekonomi untuk memperhitungkan kemungkinan terjadinya perubahan di masa depan. Setiap entitas dapat menyesuaikan modelnya berdasarkan portofolio dan eksposur risiko yang dimiliki.
Penerapan Expected Credit Loss (ECL) dalam PSAK 71 menunjukkan pergeseran paradigma dalam pelaporan kerugian kredit, dari model berbasis kerugian yang telah terjadi menuju pendekatan yang berbasis ekspektasi. Dengan model ECL, entitas keuangan dapat lebih responsif dalam menghadapi risiko kredit dan menyediakan laporan yang lebih akurat serta relevan bagi para pemangku kepentingan. Meskipun perhitungannya mungkin lebih kompleks dibandingkan CKPN pada PSAK 55, ECL memberikan landasan yang lebih kokoh dalam manajemen risiko kredit. Perusahaan yang mampu menerapkan ECL dengan baik akan memiliki kemampuan lebih baik dalam mengelola risiko dan memberikan nilai lebih pada informasi keuangan yang disajikan.
Comments